Pada tulisan ini penulis hanya ingin berbagi pengalaman dengan para pembaca tentang kendala-kendala yang penulis alami selama pembelajaran Sosiologi di tingkat SLTA
1. Banyak guru Sosiologi yang bukan bidangnya
Hal inilah yang merupakan kendala awal dalam pembelaajran Sosiologi di level SLTA. Banyak guru atau bahkan rata-rata guru yang mengajar Sosiologi itu bukan berasal dari basic ilmu Sosiologi itu sendiri. Kalau penulis sich masih menyerempet-nyerempet karena masih dalam satu rumpun. Penulispun mendapatkan materi-materi Sosiologi meskipun hanya nenerapa. Pengalaamn penulis dalam mengikuti MGMP atau Diklat Guru Sosiologi, sebagian besar bukan bidangnya. Apalagi untuk Madrasah Aliyah beragam sekali latar belakang pendidikan guru Sosoiologi
2. Sosiologi sering dicampur atau digabung dengan Antropologi
Pemahaman seperti inilah yang masih saja banyak dijumpai dalam praktek pembelajaran di level SLTA. Soiologi sering digabung atau bahkan dianggap sama saja. Penulis dulunya juga pernah mengajar Antropologi, paling tidak ada perbedaan yang ada dari kedua ilmu ini. Penulis dalam mengikuti Diklat sering bernama DIKLAT Sosiologi dan Antropologi. Padahal kedua ilmu ini berbeda, meski objeknya ya manusia. Kalau Anda baca buku babonya Pengantar Antropologi Koentjarningrat akan dibeberkan tentang Antropologi yang membedakannya dengan Sosiologi. Bandingkan saja dengan Pengantar Sosiologinya Soerjono Soekanto. Mungkin nanti penulis akan coba sajakian beda Sosiologi dan Antropologi, tapi yah saya minta masukannya terutam adari sarjana Sosiologi dan Antropologi nantinya
3. Kurangnya referensi
Selama ini kesulitan pengajar Sosiologi adalah minimnya referensi untuk mata pelajaran Sosiologi. Seringkali yang kami jadikan patokan adalah hanya dari buku-buku teks yang kadang-kadang juga menyesatkan. Apalagi kalau kita tidak membaca buku sumbernya. Kelangkaan penulisan buku-buku Sosiologi oleh orang Ondonesia salah satunya disebabkan rendahnya pengahrgaan atas karya dan rendahnya minat baca, ditambah harga buku yang sangat mahal untuk kalangan guru khususnya yang masih pas-pasan gajinya
4. Pemahaman pengaajran Sosiologi
Pernah penulis mengikuti Diklat Antropologi se-Jateng ada guru Antropologi MA dalam diskusinya mengatakan budaya barat itu jelek. Nah,,loh..langsung saja penulis memberikan argumen bahwa tidak semua budaya barat itu jelek, toh nyatanya negara Barat masyarakatnya lebih maju daripada Indonesia meski secara SDA kalah, tapi mereka hebat pada pengembangan SDM. Padahal Sosiologi itu ilmu non etis-ilmu yang tidak membahas yang seharusnya-tapi apa yang terjadi. Pembelajaran Sosiologi coba mengenalkan anak akan realita sosial yang ada di masyarakat. Anak diajak menganalisis, kalu ada yang menyimpang perlu kita beritahukan dan sekaligus kita berikan dampak serta bagaimana pengendaliannya. Munculnya pemikiran guru yang belum memahami karakter Sosiologi ini bisa dipicu oleh latar belakang pendidikan yang miss-match serta kurangnya wawasan pergaulan maupun rerfernsi dari si guru.
5. Guru terjebak pada Metode Ortodoks
Selama ini penulis alami mapun penulis liaht banyak guru-guru Sosilogi yang mengajar dengan menggunalkan metode ortodoks yakni ceramah. Padahal kalau mau dikembangkan, pembelajaran Sosiologi itu menarik untuk dikembangkan. Pernah anak saya suruh belajar dan mendiskusikan pemikirannya ternyata mereka merasa senang dan guru tidak terlalu capek, apalagi kalao harus ngomong dari jam 7 sampae setengah 2, wah bisa capek dech. Metode-medtode baru bisa dikembangkan untuk pembelajarn Sosiologi. Pengalam penulismengikuti PLPG ternyata cukup bermanfaat. PLPG bikin pinter kok, meski ada yang menagtakan PLPG bikin strss, yah tergantung amal dan perbuatan (mengutip pendapat seorang ahli olahraga dan Djarum Black Tea)
Pati, 21 Desember 2009 jam 00.55 , dalam kondisi lapar nih
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar