Selamat Datang di Blog kami

Semoga Anda mendapatkan pengalaman yang menyenangkan dengan blog kami

Kamis, 08 Maret 2012

mengapa 10-0

Mungkin masih ingat di memori kita ketika Indonesia dihajar Bahrain 10 gol tanpa balas dalam pertandingan kualifikasi Piala Dunia 2014. Wow, sejarah buruk tentubagi timnas kita. Saya selaku pemerhati sepakbola merasa gusar, gemes.
Kalau mengaca pada Spanyol yang juara Piala erpa dan Piala dunia memang yang namnaya prestasi itu tidak bisa dicapai dengan instan. Spanyol juara sepakbola telah menanti bertahun tahun. Kalau Indonesia ya mimpi kali ye. Selama mengurusi sepakbola orientasinya duit, ketenaran atau politik itu susah dah untuk maju.
Pembinaan itu kunci utama untuk bisa mencapai timnas sepakbola yang bagus. Kalau bisa melihat kemampuan dasar pemain bola kita sangat memprihatinkan. Mengumpan banyak yang salah, apalagi kerja sama antar pemain juga apalagi.
Kuncinya sebenarnya sederhana. Pemain harus diberi dasar bermain bola yang baik sejak kecil. Sering dijumpai pelatih timnas Indonesia haris melatih kemampuan dasar pemain timnas. Itu sangat memprihatinkan. Udahlah, sederhana beri tehnik bermain yang bola serta bagaimana mengurus bola orientasi prestasi , nah fulus akan mengikuti.
Sikap mental yang jelek dari pelaku sepakbola kita adalah keinginana menng yang berlebihan.padahal yang namanya pertandingan atu kalau gak menang,draw atau kalah. Simple dan sederhana. Kalau bisa menerima kekalahan itui siip. Yah ini kegelisahan saya , kalau meliat KPSi ada PSSI do kisruh marai mumet ahhhh

Jumat, 02 Maret 2012

BELAJAR DI SEKOLAH ITU SENANG

Kalau kita mendengar kata belajar maka yang terbersit di benak kita adalah siswa adalah duduk di kelas, guru ceramah selama berjam-jam, murid mendengarkan sambil mengantuk, atau berbicara sendiri. Suasana kelas yang hambar dengan guru yang menerangkan pelajaran yang dirasakan oleh siswa membosankan. Hasil pembelajaran yang didapat siswa pun kurang sesuai dengan tarhet yang diharapkan.
Penulis pernah melihat tayangan di sebuah stasiun televisi yang meliput suasana pembelajaran di sebuah sekolah internasional di Jakarta. Betapa siswa belajar dengan menyenangkan, tidak ada siswa yang mengantuk, semua siswa menikmati suasana belajar dengan semangat yang bergairah. Guru mengajarpun dengan sangat enak dan seorang murid ketika diwawancarai sebuah media televisi mengatakan bahwa belajar di sekolah tersebut menyenangkan
Contoh lain ketika ada tayangan tentang proses pembelajaran mata pelajaran Bahasa Indonesia di sebuah sekolah di Quennsland, Australia. Betapa siswa sangat menyukai pembelajaran di sana. Suasana kelas yang sangat kondusif, lengkap dengan sarana yang mendukung kegiatan pembelajaran. Ini menjadi sesuatu yang perlu dikaji supaya pembelajaran berlangsung menyenangkan, siswa menjadi antusias dan hasilnya bisa sesuai yang diharapkan.
Kondisi umum yang ada di Indonesia atau yang penulis hadapi dalam proses pembelajaran ialah proses pembelajaran berlangsung membosankan, murid ngomong sendiri dan guru bosan mengajar. Apalagi kalau yang dihadapi siswa siswa yang kurang berminat terhadap materi pelajaran karena dari dasarnya mereka tidak berminat masuk ke sekolah atau memang mereka memiliki minat belajar yang rendah.
Inilah tantangan terbesar bagi guru selaku pendidik dan pengajar untuk menciptakan suasana pembelajaran yang menyenamgkan. Selama ini guru hanya berkutat pada satu metode semata yaitu metode ceramah yang bersifat satu arah dan memang dirasa sangat membosankan bagi siswa. Siswa tidak dilibatkan dalam proses pembelajaran sehingga mereka merasa seperti alien di ruangan itu. Badan mereka berada di dalam ruangan kelas, namun pikiran mereka melayang ke mana-mana.
Keterbatasan metode pembelajaran inilah yang menjadi masalah klasik mengapa guru hanya menerapkan satu metode pembelajaran bagi siswa. Kurangnya up grade pengetahuan guru disinyalir menjadi salah satu hal yang menyebabkan dari dulu sampai sekarang metode mengajar itu-itu saja. Guru berceramah, siswa mendengarkan dan mencatat apa yang diucapkan oleh guru.
Inilah kendala umum dari minimnya pengetahuan guru akan berbagai metode mengajar sehingga siswa menjadi kurang antusias dalam belajar. Anak menjadi mengantuk sehingga sebenarnya proses pembelajaran atau belajar yang sebenarnya menyenangkan menjadi sssuatu yang tidak lagi mengasyikkan. Padahal kalau penulis menonton film Dead Poet Society ditunjukkan guru dan murid belajar dalam suatu proses yang mengasikkan. Laskar Pelangi barangkali suatu potret bagaimana sdengan sarana yang minim Bu Muslimah bisa memotivasi siwanya untuk belajar dan suatu proses belajar dianggap sebagai proses yang menyenangkan. Film Sang Pemimpi dalam salah satu pembelajaran di kelas gurunya menyuruh siwa mengucapakan kata-kata penuh inspirasi dan hal itu sebenarnya merupakan suatu proses belajar yang tanpa disadari bisa menginspirasi si tokoh guna mencapai cita-citanya belajar di Perancis.
David Schwarz memberi contoh pengajaran sejarah pada saat beliau kuliah, tutor yang memberikan materi ternyata begitu membosankan. Sepanjang kuliah, tutor tersebut memperingtakan mahasiswanya yang mengantuk. Asisten tutor tersebut juga berdiri di sela-sela abrisan mahasiswa untuk membangunkan mahasiswa yang tengah mengantuk. Beliau heran mengapa materi sejarah yang begitu menarik ternyata hanya ditafsirkan dengan ceramah yang datar. Tutor tersebut tidak terlalu berminat akan materi kuliah sehingga mahasiswanya juga kurang berminat.
Apalagi sekarang siswa dihadapkan dengn materi pelajaran yang banyak macamnya dan juga muatannya begitu berlimpah. Eko Prasetyo memberikan contoh ilustrasi di bukunya bahwa berat buku yang harus dibaca anak kelas lima SD sama dengan berat badan anak tersebut. Hal ini membuktikan bahwa anak menjadi malas untuk belajar atau menganggap belajar itu menjadi seseuatu yang membebani diri anak dikarenakan buku yang harus dipelajari begitu banyak bagi anak usia SD. Belum lagi ditambah berbagai macam tambahan pelajaran taupun les lain-lainnya yang membebani pikiran anak. Secara ekstrim digambarkan bahwa sejak lahir bayi sudah didiengarkan musik klasik sampai kemudian anak itu dibebani dengan les yang bermacam-macam sehingga pada usia 15 tahun anak itu menjadi lebih tua dari usianya dan ber iat bunuh dirin. Meski itu hanya berupa humor namun perlu menjadi pemikiran itulah problem anak sekarang yang lelah dengan berbagai materi pelajaran.
Problematika yang dihadapi siswa adalah materi pelajaran yang sangat banyak. Tuntutan kurikulum yang mengharuskan siswa menguasai semua mata pelajaran membuat siswa enjadi sangat terbebani. Siswa harus mampu menguasai bahasa Indonesia, Matematika, Biologi, Fisika dengan materi pelajaran yang sebenarnya layak dikonsumsi untuk tingkatan perguruan tinggi. Pembelajaran di sekolahj menengah atau dasar kurang mengakomodir minat dan bakat siswa. Materi yang diberikan levelnya juga terlalu berat untuk dipelajari sehingga hal inilah yang membuat anak menjadi malas untuk belajar. Kadang orang tua juga dibuat kerepotan menghadapi pembelajaran sekarang yang begitu membebani siswa.
Materi pelajaran yang berat menjadi beban pemikiran siswa sehingga belajar yang seharusnya menjadi hal yang menyenangkan dipandang sebagai beban. Bagaimana tidak siswa dijejali dengan berbagi materi pelajaran yang kadang belum cukup atau relevan dengan usianya. Materi pelajaran anak seharusnya disesuaikan dengan usia atau kemampuan berpikir anak. Tuntutan kepada anak yang begitu besar kadang membuat anak akhirnya todak lagi interest untuk belajar.
Kalau kita melihat tayangan Dora di teleisi itu merupakan suatu hal yang menyenangkan. Betapa proses belajar seperti Dora dimana dia menemukan petualangan-petualangan baru memang membuat anak menjadi senang untuk belajar. Begitu menyeangkan melihat bagaimana Dora memecahkan masalah dengan berkonsultasi ke peta dan akhirnya bisa mendapatkan hasil yang memuaskan. Inilah yang kurang dari sistem pembelajaran umumnya dimana anak kurang dilibatkan dalam memcahkan maslah yang dihadapi. Akhirnya yang terjadi anak menjadi malas dan kurang antusias karena mereka tidak diajak berpetualang untuk menemukan jawaban atas permasalahan yang mereka hadapi.
Proses belajar supaya menjadi menarik memang perlu melibatkan anak di dalamnya. Aspek aspek pembelajaran yang ada selama ini di sekolah cenderung hanya menempatkan aspek kognitif sebgai hal yang utama. Kecerdasan anak diukur dari nilai ulangan harian, ulangan mid semester atau nilai ulangan akhir semester serta ujian nasional. Padahal selain aspek kognitif, aspek psikomotorik dan afektif juga perlu dilibatkan. Ujian nasional yang cenderung berdimensi kognitif membuat ukuiran pintar hanya dilihat dari nilai di atas kertas semata. Tidak peduli bagaimana memperolehnya yang penting adalah hasilnya. Ini tentu bertolak belakang dengan keinginan Kementerian Pendidikan Nasional dalam iklan Ujian Nasional Jujur dan Berprestasi. Bagi siswa yang terpenting lulus, masalah caranya bagaimana itu tidak masalah. Ujian nasional dalam hal ini juga memberikan andil membuat pihak-pihak yang ada di dunia pendidikan khususnya sekolah menengah menjadi was-was, ragu dan stress karena kemungkinan siswanya tidak lulus.
Problematika lain yang dihadapi siswa atau anak supaya sehingga belajar itu tidak menyenangkan adalah sarana yang kurang memadai. Keterbatasan media pembelajaran membuat materi pelajaran yang disampaikan menjadi kurang maksimal. Misalnya di tingkat SMA ada mata pelajaran Tehnologi dan Informasi Komunikasi. Fasilitas komputer yang dimiliki tidak memadai tentunya akan membuat proses belajar menjadi tidak mengasikkan lagi. Materi internet misalnya ada dalam silabus, tetapi di sekolah tersebut karena belum terkoneksi dengan internet tentunya proses pembelajaran dengan materi internet akan menjadi suatu masalah.
Banyak problem yang menyertai proses pembelajaran siswa sehingga membuat siswa menjadi malas dan menganggap belajar itu adalah sesuatu yang memberatkan. Penulis disini akan mencoba memberikan beberapa alternatif bagaimana membuat belajar itu asik bagi ssiwa karena penulis selaku guru juga berkepentingan membuat proses pembelajaran yang menarik minat siswa untuk belajar.
Pertama jelas dari si pendidik atau guru dari siswa itu sendiri. Pembelajaran yang nantinya menarik bagi anak dimulai dengan merancang Rencana Pembelajaran yang memang menampilkan suatu proses pembelajaran yang menarik bagi siswa maupun bagi guru itu sendiri. Kebanyakan di sekolah guru membuat rencana pembelajaran yang barangkali hanya copy-paste dari perangkat pembelajaran yang ada dan bahkan hanya diganti nama sekolah, tanggal dan tahunnya saja. Padahal idealnya rencana pembelajaran ini dilaksanakan sesuai dengan kenyataan yang dihadapi.
Lemahnya pembuatan rancangan pembelajaran inilah masalah yang secara umum dihadapi oleh tenaga pendidik di lingkungan sekolah. Tenaga pendidik hendaknya membuat rencana pembelajaran yang sesuai dengan kondisi siswa yang dihadapi, kemudian guru juga bisa memperhitungkan kendala-kendala yang dihadspi selama proses pembelajaran. Guru dengan membuat rencana pembelajaran yang aplikatif dan juga konsekwen untuk dilaksanakan maka akan menimbulkan proses pembelajaran yang menyenangkan buat siswa
Guru dalam hal lain memang dituntut untuk selalau memperbaharui wawasan intelektual. Media massa sekarang banyak memberikan berbagai tayangan yang edukatif tentang bagaimana proses pembelajaran yang akan menyenangkan bagi anak. Memnag berat kalau membeli buku karena harga buku yang mahal, tapi memang profesi guru menuntut kualitas intelekutual dan yang tak kalah penting bagaimana mengaplikasikan ke anak.
Sikap atau perilaku guru juga sekarang harus lebih diperhatikan. Bagaimanapun yang dihadapi adalah anak dengan berbagai macam pola tingkah laku dan kepribadian tersendiri. Guru dituntut untuk memiliki perilaku dan juga berkepribadian menarik sehingga membuat siswa menjadi minat dalam proses pembelajaran. Kepribadian guru yang kejam dan sering marah di satu sisi akan membuat siswa akan menjadi lebih terkendali, namun di sisi lai ka menimbulkan gangguan psikologis buat anak. Hal ini ditandai dengan siswa takut ketemu gurunya atau bahkan selalu tidak masuk pada saat pelajarannya. Penting untuk diketahui bagi kalangan guru jaman sekarang, kita jangan bangga kalau ditakuti siswa namun yang paling baik adalah kita mendapat penghormatan dan penghargaan yang tulus dari siswa. Penghargaan yang tulus tidak bisa diperoleh dengan kepribadian yang tidak menyenangkan bagi siswanya. Guru sebagai komponen terpenting dalam suatu proses pendidikan memang dituntut memiliki kompetensi intelektual, pedagogis dan sosial seperti halnya yang termuat dalam Undang-Undang Guru dan Dosen. Tuntutan ini memang berat namun karena guru sekarang termasuk ke dalam golongan profesional dan mendapat tunjangan profesi.
Pertanyaan besar yang menghinggapi guru adalah bagaimana menciptakan metode mengajar yang menyenangkan kepada siswa. Banyak keluhan guru dimana menghadapi siswa yang malas belajar, mengantuk dan tidak berminat pada pelajaran. Banyak metode-metode pembelajaran yang diperkenalkan oleh para ahli pendidikan. Sekali lagi metode-metode ini memang bagus dalam teori tetapi sulit untuk dilaksanakan. Akhirnya guru kembali pada metode lawas yakni ceramah dan ceramah lagi.
Penggunaan metode pengajaran ini penerapannya sebaiknya disesuaikan dengan kondisi siswa dan lingkungan tempat mereka belajar. Kalau menerapkan hendaknya guru mencermati satu persatu siswa dalam kelas tersebut. Ada anak yang paham dengan melihat tapi ada juga anak yang paham dengan mendengar penjelasan guru. Kejelian guru diperlukan dalam mensikapi kepribadian anak yang berbeda-beda.
Metode pengajaran apapun sebetulnya baik. Faktor terpenting supaya anak menjadi tertarik untuk belajar adalah buat semua anak terlibat. Anak harus diberikan suatu tantangan yang nantinya akan membuat mereka tertarik untuk menaklukan tantangan ini, karena pada hakekatnya manusia sangat menyukai hal yang baru dan menantang. Misal pada pelajaran Matematika ada pengajaran pecahan, anak diberikan kasus pembagian jajan. Jajan disuruh membagi sesuai dengan pecahan yang ditanyakan. Anak tentu lebih tertarik daripada hanya menatap tulisan di papan tulis.
Guru juga harus lebih kreatif dalam menciptakan metode pengajaran. Guru jangan hanya terpancang pada metode yang ada, kalau bisa guru menciptakan metode yang kreatif yang cocok dengan kondisi siswa yang dihadapi. Media yang menarik akan membantu siswa untuk lebih tertarik mempelajari materi yang diajarkan guru. Guru bisa menampilkan gambar-gambar yang menarik siswa terutama bagi siswa yang bertipikal visual akan senang melihat dan mempelajari materi yang diajarkan.
Selama ini yang jarang diperhatikan adalah bagaimana menciptakan ruangan belajar yang menyenangkan buat siswa. Suasana ruangan belajar yang menyenangkan akan membuat siswa belajar dengan cara yang nyaman. Kalau di Australia pelajaran bahasa Indonesia ruangan pembelajaran didesain sesuai dengan mata pelajaran yang ditempuh. Digambarkan di situ ada tulisan dan poster-poster tentang Indonesia. Mungkin di tempat mengajar di Indonesia ruangan belajar terbatas, namun hendaknya guru di Indonesia jangan hanya meratapi kondisi keterbatasan ruang pembelajaran. Sudah hendaknya ditinggalkan meratapi kondisi kondisi yang terbatas, sudah saatnya guru lebih kreatif merancang ruang pembelajaran.
Semangat pantang menyerah dan kreatif inilah yang perlu ditumbuhkan dari guru. Tidak jamnnya lagi mengeluhkan keadaan yang dihadapi. Kita mungkin mencontoh Jepang yang hancur dibom di Perang Dunia II tapi dengan guru-guru yang berkomitmen tinggi sehingga Jepang bisa dibangun lagi, meski sekarang terkena tsunami tapi bagi bangsa Jepang itu tidak membuat mereka menyerah.
Pemahaman terhadap kondisi anak inilah yang sekali lagi perlu diperhatikan oleh pengajar. Tipikal tiap anak yang dihadapi perlu dipahami demikian juga dengan kondisi sosial budaya siswa perlu dimengerti oleh para pendidik. Cara mengajar perlu disesuaikan dengan kondisi sosial serta lingkungan tempat mengajar. Misalnya anak yang dibesarkan di lingkungan pedesaan guru dalam mengajar menyesuaikan dengan kondisi pedesaan sehingga siswa menganggap proses belajar itu tidak menjadi beban. Sesuaikan tugas dan pekerjaan anak dengan lingkungan mereka tinggal. Jangan hanya berpatokan pada tugas pada buku paket semata.
Mengacu pada pendapat Ayah Edi seorang pakar pendidikan anak salah satu topik yang pernah dibahas adalah menghilangkan pendekatan teko cangkir dalam proses pembelajaran. Jawaban atau pemikiran siswa sebaiknya oleh guru jangan langsung divonis terlebih dahulu. Biarkan kalau siswa menjawab salah dan tugas guru membimbing anak untuk mencari supaya mencari jawaban yang sesuai. Jika ini dilakukan maka anak akan terlatih untuk mengungkapkan ide-idenya dan tidak akan menjadi generasi yang penjiplak atau plagiat yang melanda siswa bahkan mahasiswa di pendidikan Indonesia.
Kalau yang lebih mengasikkan lagi kalau guru bisa membuat buku pembelajaran yang menyenangkan buat siswa. Guru bisa membuat buku dengan materi yang lebih sederhana dan siswa lebih mudah memahami. Selama ini yang dijumpai penulis di lapangan buku paket dibuat dengan bahasa yang agak sulit dipahami oleh siswa. Tidak harus buku paket berupa tulisan, mungkin guru bisa membuat gambar-gambar yang menyenangkan untuk dipelajari oleh siswa. Memang pembuatan buku ini menjadi jembatan penghubung informasi yang disampaikan guru dengan kebutuhan akan ilmu dari anak. Selama ini anak merasa malas belajar salah satunya mereka beranggapan materi pelajaran tidak berguna. Dengan pembuatan buku yang menyenangkan siswa akan merasa lebih berminat dalam belajar.
Belajar yang menyenangkan dan mengasikkan saat ini memang perlu ditanamkan kepada siswa. Kalau siswa merasa belajar itu menyenangkan maka materi pembelajaran model bidang studi apapun akan dipelajari siswa dengan lebih enjoy. Secara umum manusia itu dibekali dengan rasa ingin tahu yang tinggi. Kalau anak merasa penasaran maka dia akan tertantang untuk memecahkan permasalahan dan ikut terlibat di dalam proses pembelajaran. Pendidikan itu memang hasilnya adalah jangka panjang, jadi yang terpenting adalah bagaimana siswa mengalami proses yang alami dan melatih siswa untuk berpikir memecahkan masalah. Tujuan pendidikan untuk meningkatkan kedewasaan anak akhirnya diharapkan akan tercapai.

Daftar Pustaka
Eko Prasetyo: Mendidik itu Melawan, Resist Book, Yogyakarta, 2006
Eko Prasetyo: Orang Miskin Dilarang Sekolah, Resist Book, Yogyakarta,
David Schwarz: Berpikir dan Berjiwa Besar, Binarupa Aksara,

Pendidikan mutikulturalisme di Madrasah

Beberapa kejadian yang ada di negara kita sungguh membuat banyak masyarakat prihatin terkait dengan masalah kekerasan yang diakibatkan isu SARA, seperti pengrusakan rumah ibadah, penganiayaan terhadap umat agama tertentu, atau kejadian yang terdahulu seperti kasus Ambon dan Sampit maupun kasus-kasus sejenis lainnya
Ini suatu fonomena yang masih terjadi, pertanyaannya sampai kapan kejadian-kejadian kekerasan di masyarakat kita akibat sikap fanatisme sempit ini terjadi? Kalau hal ini dibiarkan maka akan membahayakan integrasi bangsa yang sudah mulai dibangun sejak jaman Sumpah Pemuda oleh para pemuda.
Negara kita Republik Indonesia merupakan suatu negara yang cukup memiliki kekayaan dalam bidang budaya. Selain itu negara kita juga memiliki berbagai macam suku bangsa, etnis ataupun agama. Kalau Van Vollenhoven menulis bahwa ada 19 daerah suku bangsa, demikian juga Sutan Takdir Alisyhabana mengemukakan ada 250 suku bangsa di Indonesia. Selain itu Indonesia memiliki keanekaragaman ras dan agama. Hal ini menunjukkan bahwa potensi kemajemukan yang dimiliki oleh negara kita sangatlah besar, akan tetapi potensi permasalahan atau konflik yang diakibatkan kemajemukan sungguhlah besar seperti kasus-kasus konflik sosial yang berujung pada kekerasan di atas.
Sebenarnya para pendahulu kita sudah memperhitungkan aspek kemajemukan bangsa Indonesia. Para pemuda yang tergabung dalam beberapa organisasi kepemudaan berbasis primordial seperti Jong java, Jong Sumatera dan sebagainya bisa mengikrarkan untuk bersatu dalam suatu kesatuan yang dituangkan dalam Sumpah Pemuda meski saat itu persatuannya belum pada bentuk riil suatu negara karena masih dijajah Belanda. Hal inilah yang mungkin perlu digali kembali oleh rakyat dan khususnya pemimpin Indonesia untuk mempertahankan persatuan dan kesatuan bangsa.
Hal ini sejalan dengan slogan atau semboyan negara kita yakni Bhineka Tunggal Ika yang berarti berbeda-beda tatapi tetap satu jua. Semboyan yang digali dari kitab jaman kerajaan Majapahit ini mencerminkan bahwa perbedaan itu diakui. Bagaimanapun negara kesatuan Republik Indonesia dibangun di atas berbagai perbedaan akan tetapi disatukan dalam satu wadah negara kesatuan. Konsep Bhineka inilah yang sebenarnya perlu kembali ditanamkan kepada generasi muda bahwa kita bisa bersatu di atas banyak sekali perbedaan
Era reformasi sebenarnya merupakan momentum yang tepat untuk memberikan pendidikan multikultural khususnya kepada generasi muda mengingat begitu terbukanya sumber informasi. Kita bisa mengakses beberapa informasi yang dahulu dianggap sesuatu yang tabu untuk dibicarakan. Kebijakan otonomi daerah yang memberikan kebebasan pada daerah perlu disikapi khususnya para pendidik dalam memberikan penanaman nilai nasionalisme ditengah kencangnya semangat otonomi. Berkaca pada problematika inilah maka pendidikan berbasis multikulturalisme penting untuk diajarkan kepada generasi muda supaya mereka tetap bisa menjaga semangat persatuan dan kesatuan.Bahkan P-Project dalam lagunya Dangdut is My Country menyeutkan pernahkah di sekolah diajarkan perbedaan. Suatu bentuk keprihatinan dari seniman tentang kondisi negeri yang sarat dengan konflik sosial akibat kemajemukan, dan salah satu yang disinggung tentang bagaimana peran lembaga pendidikan memberikan pemahaman tentang multikultural
Dr. Nasikun mengidentifikasikan bahwa masyarakat multikultural adalah suatu masyarakat yang menganut berbagai sistem nilai di mana nilai tersebut dianut oleh berbagai kesatuan sosial. Dr. Nasikun menjelaskan pula bahwa ada empat karakteristik umum dari masyarakat multikultural yakni: adanya sub-sub kebudayaan yang bersifat saling terpisah, kurang berkembangnya sistem nilai bersama, berkembangnya sistem nilai masing-masing kelompok sosial yang dianut secara relatif rigid dan murni dan yang keempat sering muncul konflik sosial. Pendidikan Multibudaya dalam Ensiklopedi Ilmu-Ilmu Sosial (Kuper, 2000) dimulai sebagai gerakan perubahan pendidikan di Amerika Serikat selama perjuangan hak-hak kaum sipil Amerika keturunan Afrika pada tahun 1960-an dan 1970-an. Perubahan kemasyarakatan yang mendasar seperti penyatuan sekolah-sekolah negeri dan peningkatan populasi imigran telah memberikan impilkasi yang besar atas lembaga-lembaga pendidikan. Saat para pengajar menjelaskan tentang banyaknya angka putus sekolah, banyak yang menyebutkan bahwa kegagalan tersebut disebabkan kurangnya pengetahuan tentang budaya negara yang mereka diami.
Banks (1993) telah mendiskripsikan evolusi pendidikan multibudaya dalam empat fase. Yang pertama, ada upaya untuk mempersatukan kajian-kajian etnis pada setiap kurikulum. Kedua, hal ini diikuti oleh pendidikan multietnis sebagai usaha untuk menerapkan persamaan pendidikan melalui reformasi keseluruhan sistem pendidikan. Yang ketiga, kelompok-kelompok marginal yang lain, seperti perempuan, orang cacat, homo dan lesbian,
mulai menuntut perubahan-perubahan mendasar dalam lembaga pendidikan.
Fase keempat perkembangan teori, triset dan praktek, perhatian padahubungan antar-ras, kelamin, dan kelas telah menghasilkan tujuan bersama bagi kebanyakan ahli teoritisi, jika bukan para praktisi, dari pendidikan multibudaya. Gerakan reformasi mengupayakan transformasi proses pendidikan dan lembaga-lembaga pendidikan pada semua tingkatan sehingga semua murid, apapun ras atau etnis, kecacatan, jenis kelamin,kelas sosial dan orientasi seksualnya akan menikmati kesempatan yangsama untuk menikmati pendidikan.
Nieto (Pupu Saeful Rohmat, ahmadsudrajat.wordpress.com) berpendapat bahwa pendidikan multibudaya bertujuan untuk sebuah pendidikan yang bersifat anti rasis; yang memperhatikan ketrampilan-ketrampilan dan pengetahuan dasar bagi warga dunia; yang penting bagi semua murid; yang menembus seluruh aspek sistem pendidikan;mengembangkan sikap, pengetahuan, dan ketrampilan yang memungkinkan murid bekerja bagi keadilan sosial; yang merupakan proses dimana pengajar dan murid bersama-sama mempelajari pentingnya variabel budaya bagi keberhasilan akademik; dan menerapkan ilmu pendidikan yang kritis yang memberi perhatian pada bangun pengetahuan sosial dan membantu murid untuk mengembangkan ketrampilan dalam membuat keputusan dan tindakan sosial.
Pemerintah sendiri khususnya Departemen Pendidikan mengakomodir adanya materi baru dalam pelajaran Sosiologi yang diberikan kepada siswa SMA/MA yakni adanya Standar Kompetensi yang berisi analisis masyarakat multikultural. Sebelumnya materi ini tidak mendapat kajian khusus sebagaimana sekarang namun tersirat pada materi lainnya, namun sejak beberapa tahun terakhir materi multikulturalisme mendapat bagian tersendiri di mata pelajaran sosiologi.
Materi multikulturalisme ini diajarkan untuk siswa kelas XI SMA/MA jurusan IPS semester genap pada mata pelajaran Sosiologi. Sebagaimana dikutip dari Standar Isi dalam Standar Kompetensi Sosiologi kelas XI yakni Menganalisis Kelompok Sosial dalam Masyarakat Multikultural. Permasalahannya ialah bagaimana pengajaran yang tepat kepada siswa Madrasah sebagai institusi pendidikan yang berkarakter khusus yakni berbasiskan agama Islam.
Penulis mengamati bahwa pendidik pada proses pengajaran materi ini hanya mengajarkan sebagaimana yang ada pada buku-buku teks. Padahal tujuan utama pengajaran materi ini adalah agar siswa madrasah bisa memahami makna multikulturalisme karena bagaimanapun siswa madrasah hidup dalam suatu lingkungan yang beragam. Siswa madrasah diajarkan bagaimana memahami suatu perbedaan, karena dalam ajaran Islam ditegaskan bahwa perbedaan adalah rahmat, tapi kalau tidak bisa mengelola perbedaan ini tentanya akan menjadi laknat. Siswa madrasah juga perlu mengetahui meskipun sama-sama beragama Islam, akan tetapi masing-masing kelompok pemeluk agama Islam memiliki perbedaan untuk beberapa hal tertentu.
Islam sendiri secara tegas dalam surat Al Ikhlas menyatakan bahwa bagimu agamaku bagimu agamamu. Ini suatu garis pokok fundamental yang harus ditanamkan ke siswa mengenai konsep bahwa ada garis yang tegas khususnya dalam masalah aqidah beragama. Pemahaman tentang aqidah beragama ini memang perlu dipisahkan secara tegas mengingat agama nerupakan bagian privasi yang sangat sensitif. Selain itu siswa madrasah dalam materi multikultural ini diberikan penjelasan bahwasanya Islam sangat menghargai perbedaan.
Bagaimanapun Islam agama yang komplet, sehingga Islam bisa dikaji dari berbagi sudut pandang ilmuu pengetahuan. Guru madrasah hendaknya mau menggali sendiri bagaimana konsep multikulturalisme menurut Islam. Jangan hanya guru memberikan teori semata yang kering dengan aplikasi sehingga siswa setelah diajarkan lalu lupa. Pengajaran dengan aplikasi ini penting karena tujuan jangka panjang yang harus ditanamkan pada siswa bukannya sekarang, namun ketika siswa madarasah tadi bisa menjadi orang dewasa kelak maka nantinya dia akan menjadi manusia yang bisa memahami suatu perbedaan dan membuatnya menjadi suatu rahmah bukannya menisbikan perbedaan.
Contoh menarik tentang pendidikan multikulturalisme Islam bisa dilihat dalam penyebaran agama Islam di tanah Jawa. Wali Songo secara cerdas menyebarkan agama Islam tanpa ahrus menentang budaya yang berkembang saat itu. Metode pengajaran dakwah yang berbasis multikultural seperti penciptaan wayang kulit dan tembang-tembang serta permainan betengan merupakan bukti bahwa wali songo berdakwah dengan menggunakan pendekatan multikulturalisme. Islam yang berkembang di Jawa memang memiliki ciri khas tersendiri sebagai hasil multikulturalisme antara Islam, Jawa, Hindu bahkan Cina (contoh bangunan Menara Kudus)
Langkah-langkah
Ada beberapa hal yang bisa dilakukan oleh para pendidik bagaimana memberikan pendidikan multikulturalisme di siswa madrasah.
1. Pendidik hendaknya bisa menciptakan silabus dan rencana pembelajaran yang mendukung pemahaman tentang multikulturalisme. Kebiasaan umum pendidik di madrasah adalah hanya mengikuti contoh silabus dan RPP yang ada. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan memungkinkan pendidik secara mandiri mengembangkan standar isi sesuai dengan kondisi madrasah dan kondisi siswa Pendidik bisa secara mandiri merancangi metode pembelajaran serta langkah-langkah pembelajaran yang menunjang untuk pendidikan multikulturalisme. Misal di rencana pembelajaran diberikan metode pemngajaran bermain peran tentang tentang perbedaan hari raya yang dikemukakan oleh berbagai kelompok dalam Islam, kemudian siswa menganalisis bagaimana mensikapi hal tersebut.
2. Pendidik menciptakan media yang mendukung materi pendidikan multikulturai. Selama ini yang ada pendidik di lingkungan madrasah menggunakan buku teks sebagao satu-satunya media pembelajaran. Cobalah para pendidik membuat media pembelajaran yang menarik siswa untuk mempelajari materi multikulturalisme. Misal dengan memnafaatkan media multimedia atau kalau kesulitan dana pendidik bisa menggunakann media pembelajaran yang murah meriah saja seperti mengambil berita dari surat kabar atau majalah Kalau memungkinkan siswa madrasah diajak atau diperlihatkan suatu tempat yang dijumpai orang-orang yang memiliki latar belakang sosial budaya yang beragam.
3. Pendidik bisa memberikan penugasan terstruktur maupun tidak berstruktur, akan tetapi hendaknya pendidik hendaknya memberikan tugas yang aplikatif disesuaikan dengan kondisi siswa di madrasah, khususnya yang terpenting bagaimana pendidik pengaitan antara ajaran Islam dengan fonomena perbedaan-perbedaan yang ada di masyarakat. Pendidik bisa menyajikan pendidikan multikulturalisme dalam kajian ayat-ayat Qur`an ataupun Hadis yang menjelaskan tentang makna toleransi
4. Tidak kalah pentingnya pendidik menekankan kepada siswa bahwa pendidikan multikulturalisme tidak hanya dilaksanakan di lingkungan madrasah, namun yang lebih penting perlu diterapkan dalam pergaulan sehari-hari baik di rumah maupun di lingkungan masyarakat. .Pendidikan multikultural ini hendaknya juga diajarkan tidak hanya di mata pelajaran Sosiologi yang memang standar isinya memuat masyarakat multikultural, namun bisa diointegrasikan lewat mata pelajaran lainnya.