Selamat Datang di Blog kami

Semoga Anda mendapatkan pengalaman yang menyenangkan dengan blog kami

Jumat, 02 Maret 2012

Pendidikan mutikulturalisme di Madrasah

Beberapa kejadian yang ada di negara kita sungguh membuat banyak masyarakat prihatin terkait dengan masalah kekerasan yang diakibatkan isu SARA, seperti pengrusakan rumah ibadah, penganiayaan terhadap umat agama tertentu, atau kejadian yang terdahulu seperti kasus Ambon dan Sampit maupun kasus-kasus sejenis lainnya
Ini suatu fonomena yang masih terjadi, pertanyaannya sampai kapan kejadian-kejadian kekerasan di masyarakat kita akibat sikap fanatisme sempit ini terjadi? Kalau hal ini dibiarkan maka akan membahayakan integrasi bangsa yang sudah mulai dibangun sejak jaman Sumpah Pemuda oleh para pemuda.
Negara kita Republik Indonesia merupakan suatu negara yang cukup memiliki kekayaan dalam bidang budaya. Selain itu negara kita juga memiliki berbagai macam suku bangsa, etnis ataupun agama. Kalau Van Vollenhoven menulis bahwa ada 19 daerah suku bangsa, demikian juga Sutan Takdir Alisyhabana mengemukakan ada 250 suku bangsa di Indonesia. Selain itu Indonesia memiliki keanekaragaman ras dan agama. Hal ini menunjukkan bahwa potensi kemajemukan yang dimiliki oleh negara kita sangatlah besar, akan tetapi potensi permasalahan atau konflik yang diakibatkan kemajemukan sungguhlah besar seperti kasus-kasus konflik sosial yang berujung pada kekerasan di atas.
Sebenarnya para pendahulu kita sudah memperhitungkan aspek kemajemukan bangsa Indonesia. Para pemuda yang tergabung dalam beberapa organisasi kepemudaan berbasis primordial seperti Jong java, Jong Sumatera dan sebagainya bisa mengikrarkan untuk bersatu dalam suatu kesatuan yang dituangkan dalam Sumpah Pemuda meski saat itu persatuannya belum pada bentuk riil suatu negara karena masih dijajah Belanda. Hal inilah yang mungkin perlu digali kembali oleh rakyat dan khususnya pemimpin Indonesia untuk mempertahankan persatuan dan kesatuan bangsa.
Hal ini sejalan dengan slogan atau semboyan negara kita yakni Bhineka Tunggal Ika yang berarti berbeda-beda tatapi tetap satu jua. Semboyan yang digali dari kitab jaman kerajaan Majapahit ini mencerminkan bahwa perbedaan itu diakui. Bagaimanapun negara kesatuan Republik Indonesia dibangun di atas berbagai perbedaan akan tetapi disatukan dalam satu wadah negara kesatuan. Konsep Bhineka inilah yang sebenarnya perlu kembali ditanamkan kepada generasi muda bahwa kita bisa bersatu di atas banyak sekali perbedaan
Era reformasi sebenarnya merupakan momentum yang tepat untuk memberikan pendidikan multikultural khususnya kepada generasi muda mengingat begitu terbukanya sumber informasi. Kita bisa mengakses beberapa informasi yang dahulu dianggap sesuatu yang tabu untuk dibicarakan. Kebijakan otonomi daerah yang memberikan kebebasan pada daerah perlu disikapi khususnya para pendidik dalam memberikan penanaman nilai nasionalisme ditengah kencangnya semangat otonomi. Berkaca pada problematika inilah maka pendidikan berbasis multikulturalisme penting untuk diajarkan kepada generasi muda supaya mereka tetap bisa menjaga semangat persatuan dan kesatuan.Bahkan P-Project dalam lagunya Dangdut is My Country menyeutkan pernahkah di sekolah diajarkan perbedaan. Suatu bentuk keprihatinan dari seniman tentang kondisi negeri yang sarat dengan konflik sosial akibat kemajemukan, dan salah satu yang disinggung tentang bagaimana peran lembaga pendidikan memberikan pemahaman tentang multikultural
Dr. Nasikun mengidentifikasikan bahwa masyarakat multikultural adalah suatu masyarakat yang menganut berbagai sistem nilai di mana nilai tersebut dianut oleh berbagai kesatuan sosial. Dr. Nasikun menjelaskan pula bahwa ada empat karakteristik umum dari masyarakat multikultural yakni: adanya sub-sub kebudayaan yang bersifat saling terpisah, kurang berkembangnya sistem nilai bersama, berkembangnya sistem nilai masing-masing kelompok sosial yang dianut secara relatif rigid dan murni dan yang keempat sering muncul konflik sosial. Pendidikan Multibudaya dalam Ensiklopedi Ilmu-Ilmu Sosial (Kuper, 2000) dimulai sebagai gerakan perubahan pendidikan di Amerika Serikat selama perjuangan hak-hak kaum sipil Amerika keturunan Afrika pada tahun 1960-an dan 1970-an. Perubahan kemasyarakatan yang mendasar seperti penyatuan sekolah-sekolah negeri dan peningkatan populasi imigran telah memberikan impilkasi yang besar atas lembaga-lembaga pendidikan. Saat para pengajar menjelaskan tentang banyaknya angka putus sekolah, banyak yang menyebutkan bahwa kegagalan tersebut disebabkan kurangnya pengetahuan tentang budaya negara yang mereka diami.
Banks (1993) telah mendiskripsikan evolusi pendidikan multibudaya dalam empat fase. Yang pertama, ada upaya untuk mempersatukan kajian-kajian etnis pada setiap kurikulum. Kedua, hal ini diikuti oleh pendidikan multietnis sebagai usaha untuk menerapkan persamaan pendidikan melalui reformasi keseluruhan sistem pendidikan. Yang ketiga, kelompok-kelompok marginal yang lain, seperti perempuan, orang cacat, homo dan lesbian,
mulai menuntut perubahan-perubahan mendasar dalam lembaga pendidikan.
Fase keempat perkembangan teori, triset dan praktek, perhatian padahubungan antar-ras, kelamin, dan kelas telah menghasilkan tujuan bersama bagi kebanyakan ahli teoritisi, jika bukan para praktisi, dari pendidikan multibudaya. Gerakan reformasi mengupayakan transformasi proses pendidikan dan lembaga-lembaga pendidikan pada semua tingkatan sehingga semua murid, apapun ras atau etnis, kecacatan, jenis kelamin,kelas sosial dan orientasi seksualnya akan menikmati kesempatan yangsama untuk menikmati pendidikan.
Nieto (Pupu Saeful Rohmat, ahmadsudrajat.wordpress.com) berpendapat bahwa pendidikan multibudaya bertujuan untuk sebuah pendidikan yang bersifat anti rasis; yang memperhatikan ketrampilan-ketrampilan dan pengetahuan dasar bagi warga dunia; yang penting bagi semua murid; yang menembus seluruh aspek sistem pendidikan;mengembangkan sikap, pengetahuan, dan ketrampilan yang memungkinkan murid bekerja bagi keadilan sosial; yang merupakan proses dimana pengajar dan murid bersama-sama mempelajari pentingnya variabel budaya bagi keberhasilan akademik; dan menerapkan ilmu pendidikan yang kritis yang memberi perhatian pada bangun pengetahuan sosial dan membantu murid untuk mengembangkan ketrampilan dalam membuat keputusan dan tindakan sosial.
Pemerintah sendiri khususnya Departemen Pendidikan mengakomodir adanya materi baru dalam pelajaran Sosiologi yang diberikan kepada siswa SMA/MA yakni adanya Standar Kompetensi yang berisi analisis masyarakat multikultural. Sebelumnya materi ini tidak mendapat kajian khusus sebagaimana sekarang namun tersirat pada materi lainnya, namun sejak beberapa tahun terakhir materi multikulturalisme mendapat bagian tersendiri di mata pelajaran sosiologi.
Materi multikulturalisme ini diajarkan untuk siswa kelas XI SMA/MA jurusan IPS semester genap pada mata pelajaran Sosiologi. Sebagaimana dikutip dari Standar Isi dalam Standar Kompetensi Sosiologi kelas XI yakni Menganalisis Kelompok Sosial dalam Masyarakat Multikultural. Permasalahannya ialah bagaimana pengajaran yang tepat kepada siswa Madrasah sebagai institusi pendidikan yang berkarakter khusus yakni berbasiskan agama Islam.
Penulis mengamati bahwa pendidik pada proses pengajaran materi ini hanya mengajarkan sebagaimana yang ada pada buku-buku teks. Padahal tujuan utama pengajaran materi ini adalah agar siswa madrasah bisa memahami makna multikulturalisme karena bagaimanapun siswa madrasah hidup dalam suatu lingkungan yang beragam. Siswa madrasah diajarkan bagaimana memahami suatu perbedaan, karena dalam ajaran Islam ditegaskan bahwa perbedaan adalah rahmat, tapi kalau tidak bisa mengelola perbedaan ini tentanya akan menjadi laknat. Siswa madrasah juga perlu mengetahui meskipun sama-sama beragama Islam, akan tetapi masing-masing kelompok pemeluk agama Islam memiliki perbedaan untuk beberapa hal tertentu.
Islam sendiri secara tegas dalam surat Al Ikhlas menyatakan bahwa bagimu agamaku bagimu agamamu. Ini suatu garis pokok fundamental yang harus ditanamkan ke siswa mengenai konsep bahwa ada garis yang tegas khususnya dalam masalah aqidah beragama. Pemahaman tentang aqidah beragama ini memang perlu dipisahkan secara tegas mengingat agama nerupakan bagian privasi yang sangat sensitif. Selain itu siswa madrasah dalam materi multikultural ini diberikan penjelasan bahwasanya Islam sangat menghargai perbedaan.
Bagaimanapun Islam agama yang komplet, sehingga Islam bisa dikaji dari berbagi sudut pandang ilmuu pengetahuan. Guru madrasah hendaknya mau menggali sendiri bagaimana konsep multikulturalisme menurut Islam. Jangan hanya guru memberikan teori semata yang kering dengan aplikasi sehingga siswa setelah diajarkan lalu lupa. Pengajaran dengan aplikasi ini penting karena tujuan jangka panjang yang harus ditanamkan pada siswa bukannya sekarang, namun ketika siswa madarasah tadi bisa menjadi orang dewasa kelak maka nantinya dia akan menjadi manusia yang bisa memahami suatu perbedaan dan membuatnya menjadi suatu rahmah bukannya menisbikan perbedaan.
Contoh menarik tentang pendidikan multikulturalisme Islam bisa dilihat dalam penyebaran agama Islam di tanah Jawa. Wali Songo secara cerdas menyebarkan agama Islam tanpa ahrus menentang budaya yang berkembang saat itu. Metode pengajaran dakwah yang berbasis multikultural seperti penciptaan wayang kulit dan tembang-tembang serta permainan betengan merupakan bukti bahwa wali songo berdakwah dengan menggunakan pendekatan multikulturalisme. Islam yang berkembang di Jawa memang memiliki ciri khas tersendiri sebagai hasil multikulturalisme antara Islam, Jawa, Hindu bahkan Cina (contoh bangunan Menara Kudus)
Langkah-langkah
Ada beberapa hal yang bisa dilakukan oleh para pendidik bagaimana memberikan pendidikan multikulturalisme di siswa madrasah.
1. Pendidik hendaknya bisa menciptakan silabus dan rencana pembelajaran yang mendukung pemahaman tentang multikulturalisme. Kebiasaan umum pendidik di madrasah adalah hanya mengikuti contoh silabus dan RPP yang ada. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan memungkinkan pendidik secara mandiri mengembangkan standar isi sesuai dengan kondisi madrasah dan kondisi siswa Pendidik bisa secara mandiri merancangi metode pembelajaran serta langkah-langkah pembelajaran yang menunjang untuk pendidikan multikulturalisme. Misal di rencana pembelajaran diberikan metode pemngajaran bermain peran tentang tentang perbedaan hari raya yang dikemukakan oleh berbagai kelompok dalam Islam, kemudian siswa menganalisis bagaimana mensikapi hal tersebut.
2. Pendidik menciptakan media yang mendukung materi pendidikan multikulturai. Selama ini yang ada pendidik di lingkungan madrasah menggunakan buku teks sebagao satu-satunya media pembelajaran. Cobalah para pendidik membuat media pembelajaran yang menarik siswa untuk mempelajari materi multikulturalisme. Misal dengan memnafaatkan media multimedia atau kalau kesulitan dana pendidik bisa menggunakann media pembelajaran yang murah meriah saja seperti mengambil berita dari surat kabar atau majalah Kalau memungkinkan siswa madrasah diajak atau diperlihatkan suatu tempat yang dijumpai orang-orang yang memiliki latar belakang sosial budaya yang beragam.
3. Pendidik bisa memberikan penugasan terstruktur maupun tidak berstruktur, akan tetapi hendaknya pendidik hendaknya memberikan tugas yang aplikatif disesuaikan dengan kondisi siswa di madrasah, khususnya yang terpenting bagaimana pendidik pengaitan antara ajaran Islam dengan fonomena perbedaan-perbedaan yang ada di masyarakat. Pendidik bisa menyajikan pendidikan multikulturalisme dalam kajian ayat-ayat Qur`an ataupun Hadis yang menjelaskan tentang makna toleransi
4. Tidak kalah pentingnya pendidik menekankan kepada siswa bahwa pendidikan multikulturalisme tidak hanya dilaksanakan di lingkungan madrasah, namun yang lebih penting perlu diterapkan dalam pergaulan sehari-hari baik di rumah maupun di lingkungan masyarakat. .Pendidikan multikultural ini hendaknya juga diajarkan tidak hanya di mata pelajaran Sosiologi yang memang standar isinya memuat masyarakat multikultural, namun bisa diointegrasikan lewat mata pelajaran lainnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar